Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
1.Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004 1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi. Dengan demikian, semua peraturan perundangan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Pesan Pempek Online
Karena Palembang nun jauh disana,maka tak perlu jauh menuju kesana,karena Di jalan Pelita 2 No.59,Labuhan Ratu,Bandar Lampung ada Tempat mencurahkan rasa rindu kita akan memakan pempek. Berbagai macam pempek,model,lenggang,tekwan dll ada. Diproduksi oleh Citra Dewi,S.Pd,M.M (Guru SMPN 2 Bandar Lampung) terima pesanan ke nomor:08994296510 atau e-mail:naufalcaya@yahoo.com DIJAMIN LEZAT,HALAL,BERSIH,SEHAT,DAN MANTAP
Kamis, 20 Desember 2012
Mengenal Ibu Ainun Habibie
17.42
Naufal Caya
No comments
dr. Hj. Hasri Ainun Besari
Kisah CInta dan Pernikahan
Makmur Makka, penulis Biografi Habibie
mendapatkan informasi menarik mengenai kisah cinta Habibie. Ternyata
cinta Ainun dan Habibie sudah bersemi sejak mereka remaja. Ainun mengaku
kalau ia dan Habibie sudah kenal sejak kecil, bahkan sekolah menenagah
mereka berdekatan. Pada tahun 1986, Majalah Femina memuat cerita
mengenai kisah ini.
Ainun saat itu mengatakan:
“Kami kenal sejak kecil, dia teman bermain kelereng kakak saya. Rumah
kami berdekatan ketika di Bandung. Di SLTP letak sekolah kami
bersebelahan. Di SLTA malah satu sekolah, hanya Rudy (panggilan Habibie)
satu kelas lebih tinggi.Dia selalu menjadi siswa
paling kecil dan paling muda di kelas, begitu juga saya. Guru dan
teman-teman sering kali berkelakar menjodoh-jodohkan kami. Yah, gadis mana
yang suka diperolok demikian?”
Ainun dan Habibie memang banyak kesamaan sehingga mereka sering dijodoh-jodohkan oleh guru dan teman-temannya.Antara
lain mereka sama-sama anak ke empat dari delapan bersaudara; sama-sama
dibesarkan dalam keluarga yang berpendidikan. Selain itu mereka juga
menjadi anak-anak yang beruntung karena memiliki ibu yang mendorong
mereka untuk mengutamakan pendidikan. Kesamaan lain adalah, mereka
sama-sama tinggal di Bandung dan sekolah di tempat yang sama. Yang tidak
kalah unik adalah, mereka sama-sama hobi berenang.
Kisah cinta antara dua anak manusia ini memang sudah terlihat sejak
mereka sama-sama sekolah. Rasa cinta tersebut mulai terbesit saat mereka
sekolah di SMAK Dago, Kota Bandung. Ainun adalah seorang gadis yang
sangat suka berenang. Karena terlalu banyak dan sering berenang, kulitnya menjadi lebih hitam.
Pada suatu hari, saat jam istirahat belajar, Habibie lewat di depannya.
Saat melihat Ainun Habibie mengatakan: “Hei, kamu
sekarang kok hitam dan gemuk?” Ungkapan ini menjadikan Ainun berfikir
dan merasakan sebuah getaran aneh di dalam dadanya. “Apakah Habibie
perhatian padanya?” Apalagi teman-temannya heran dengan kejadian itu dan
mengatakan kalau Habibie memang perhatian padanya. Memang, saat itu
Ainun memang menjadi pujaan di sekolahnya dan menjadi incaran banyak
siswa laki-laki, termasuk Habibie. Habibie pernah mengomentari tentang
Ainun dengan ungkapan: “Wah cakep itu anak, si item gula Jawa”.
Namun mereka berpisah cukup lama. Setelah lulus SMA,
Habibie melanjutkan pendidikannya ke ITB Bandung, namun tidak sempat
selesai. Habibie dikirimkan oleh orang tunya ke luar negeri untuk
melanjutkan pendidikan. Adalah ibunya yang sangat semangat menyuruhnya
belajar ke negeri “Panzeer” tersebut. Ia berangkat dengan biaya dari
orang tunya sendiri, dan tidak mendapat beasiswa pemerintah Indonesia,
namun pemerintah memberinya izin belajar ke sana. Lalu ia berangkat ke
Jerman Barat, untuk melanjutkan pendidikan di sana. Ia masuk ke
Universitas Technische Hochscheule di kota Achen, Jerman. Tahun 1960
terhitung Habibie tidak pulang ke Indonesia selama tujuh tahun. Ini
membuatnya sangat home sick, terutama ia sangat ingin mengunjungi pusara
Bapaknya.
Setelah menanti agak lama, akhirnya Habibie punya
kesempatan pulang ke Indonesia. Saat Habibie pulang ke Indonesia, ia
berkesempatan menziarahi makam bapaknya diUjung Pandang. Menjelang
lebaran ia pulang ke Bandung dan bertamu ke rumah tetangganya yang lama,
keluarga Ainun. Saat itu pula Ainun secara kebetulan sedang mengambil
cuti dari tempat kerjanya di RSCM dan pulang ke Bandung. Di sanalah
cinta lama bersemi kembali setelah sekian lama mereka tidak bersua. Saat
berjumpa dan bertatp mata Habibie mengatakan: “Kok gula Jawa sekarang
sudah menjadi gula pasir?”.Pertemuan mereka berlanjut di Jakarta.
Habibie mengikuti Ainun yang kembali ke Jakarta untuk masuk kerja di
RSCM. Di Jakarta Habibie tinggal di Jl. Mendut, rumah kakaknya yang
tertua.
Sama-sama tinggal di Jakarta membuat cinta mereka semakin bersemi. Mereka
saling berjanji untuk sering bertemu dan merindukan satu sama lain.
Habibie kerap menjemput Ainun yang bekerja di RSCM. Pada malam hari
mereka pacaran dan melewati waktu dengan sangat indah. Sesekali mereka
naik becak dengan jok tertutup, meskipun sebenarnya malam tidak diguyur
hujan. Dan ketika mereka semakin dekat, Habibie menguatkan hati untuk
mejatuhkan pilihannya pada Ainun. Ia melamar Ainun dan mempersunting
menjadi istrinya.
Habibie dan Ainun saat menikah
Habibie dan Ainun di hari-hari terakhir
Ainun disunting oleh BJ Habibie menjadi istrinya pada tanggal 12 Mei
1962. Mereka menghabiskan bulan madu di tiga kota. Kaliurang,
Yogyakarta, dilanjutkan ke Bali lalu diakhiri di Ujung Pandang, daerah
asal B. J. Habibie. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua orang
putra; llham Akbar dan Thareq Kemal dan enam orang cucu.
Foto Keluarga Prof.Dr.Ing.Hi.B.J Habibie
Mendampingi Suami
Ainun memang mendampingi Habibie dalam segala hal.Misalnya, ia yang selalu mengingatkan Habibie dalam masalah waktu kerja.
Ketika jam telah menunjukkan pukul 22.00, Ainun menelpon Habibie dan
mengingatkannya agar menjaga kesehatan. Habibie terkadang meminta
stafnya menjawab kalau ia sudah di lift hendak pulang. Padahal ia terus
duduk di belakang meja kerjanya.
Ainun juga menjadi pengingat waktu saat Habibie memberikan kuliah atau
ceramah. Kita tahu kalau Habibie yang memberi kuliah ia sering lupa
waktu. Memeng secara isi materi tidak ada masalah, sebab semua orang
akan senang. Namun hal ini dapat mengganggu jadwal acara yang lain yang
mengikutinya. Nah, Ainun dengan cara tertentu akan memberikan isyarat
kalau habibie sudah harus berhenti. Setelaha melihat Isyarat Ainun,
Habibie akan mengatakan:
“Saya akhiri ceramah ini, saya sudah diperingatkan oleh Ainun.”
Wardiman Djojonegoro, mantan menteri pendidikan (1993-1998) pada era
Soeharto mengatakan kalau Ainun juga sangat memperhatikan makanan untuk
Habibie. Beliaulah yang menetukan asupan gizi yang baik untuk sang suami.
Sebagai Dokter hal ini memang mungkin dilakukannya. Sehingga kalau di
depan Ainun, Habibie sangat taat dengan aturan makan yang diterapkan
istrinya. Namun terkadang kalau Habibie makan berpisah dengan Ainun, ia
sering lupa dengan aturan makan dari istrinya. Hal ini terjadi karena
tidak ada orang yang tahu bagaimana makanan yang pas untuk Habibie
kecuali Ainun, istrinya.
Pada saat Habibie menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia, Ainun
adalah seorang yang dengan tulus ikhlas membantu suaminya mewujudkan
mimpi-mimpi mereka. Dalam buku karangan Habibie “Detik-detik Yang Menentukan” tergambar
dengan sangat baik bagaimana Ainun mendampingi Habibie dalam kondisi
yang sangat gawat dan krusial. Habibie dalam sebuah cerita yang panjang
memasukkan dengan gamblang apa saja yang dilakukan Ainun dalam
mendampinginya. Dan Ainun pula yang menjadikan Habibie selalu tenang dan
matang dalam mengambil sebuah keputusan.
Kisah-Kisah Unik
Dalam cara seminar atau ceramah
yang Habibie menjadi penceramahnya, Ainun menjadi “tukang tekan bel,”
memperingatkan Habibie mengenai waktu.
Pernah Habibie diberikan
kesempatan untuk menjadi penceramah dalam bulan Ramadhan. Ceramah
diberikan setelah shalat isya sebelum tarawih. Biasanya ceramah ini
hanya berlangsung selama sepuluh atau lima belas menit. Namun Habibie
melakukannya lebih lama, sehingga membuat para jamaah gelisah. Sebab ada
agenda lain yang harus dilaksanakan yaitu shalat tarawih. Ainun tahu
kondisi ini. Ia meminta seorang cucunya untuk memberikan isyarat pada
Habibie karena ia duduk agak jauh. Cucunya datang ke tempat yang
terlihat oleh Habibie dan membuat sebuah gerakan layaknya orang Shalat.
Habibie-pun paham. Sebelum mengkhiri ceramahnya, Habibie mengatakan:
“Ini pasti Ainun yang suruh.”
Ada pengalaman unik dari Ibu Linda,
mantan wartawan Majalah Tempo saat bertugas di istana pada masa
Soeharto. Ia sering menjumpai Habibie dengan pipi yang ada bekas
lipstiknya sebelum masuk kantor. Saat ditegur, Habibie dengan santai
mengatakan kalau istrinya sering mencium sebelum ia berangkat, bahkan
ketika sudah digarasi mobil.
Dan itu terjadi berkali-kali.
Saat diberitahu ia Habibie menjawab dengan bangga:
“Ya begini nih istri Oom….. seperti nggak mau pisah dan ditinggal ke kantor lama-lama. Senang ya punya pasangan seperti begini?”
Ibu Linda yang kebetulan berjumpa dengan Ibu Ainun, Istri Habibie “melaporkan” kejadian itu pada Ainun. Ainun menjawab:
“Aduuuh,
bikin malu ya? Artinya suami saya nggak hapus lagi dong kalau memang
masih ada bekas lipstik?, Awas saja nanti sampai di rumah mau saya
tanya ah …hahahaaa… !”
Dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di kantor BPPT Jakarta, Habibie menjadi keynote speaker.
Saat datang Habibie ditemani oleh istrinya, Ainun. Setelah selesai
memberikan kuliahnya, semua wartawan datang mengerubunginya untuk
wawancara. Pada saat itu pula Habibie tidak peduli dan ia nampak
mencari-cari di mana Ainun. Ketika seorang wartawan bertanya tentang
pendapatnya atas situasi di Timor Leste, Habibie hanya menjawab singkat:
“Maafkan, saya sedang mencari di mana mantan pacar saya. Mana Ainun? Saya belum pernah pisah dengan Ainun. Mana Ainun?”
Wujud cinta ini juga terlihat saat Ainun sudah terbaring di rumah sakit.
Selama hampir tiga bulan ini Habibie dikabarkan tidak beranjak dari
sisi istrinya. Sejak masuk rumah sakit pada tanggal 24 Maret 2010 silam
Habibie memberikan perhatian dan menunjukkan cinta kepada ibu dari
anak-anaknya itu. Tentu saja ini terjadi karena Habibie dan Ainun telah
banyak melewati berbagai perjuangan dalam menempuh hidup ini. Perjuangan
tersebut telah memupuk cinta mereka begitu kuat dan terasa takkan
terpisahkan. Selama di rumah sakit juga Habibie menuntun istrinya untuk
shalat. Dari sebuah sumber saya dapatkan, pada hari sebelum meninggal
dunia, Habibie sempat membimbing istrinya shalat subuh, zuhur dan ashar
di rumah sakit tersebut.
di hari-hari terakhir
Hasri Ainun Habibie masuk ke rumah sakit
Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman.
Ainun berada di bawah pengawasan direktur Rumah Sakit Prof Dr Gerhard
Steinbeck, yang juga spesialis penyakit jantung. Ia telah menjalani
sembilan kali operasi dan empat kali dari sembilan operasi tersebut
merupakan operasi utama. Sisanya merupakan operasi eksplorasi.
Pukul 17.05 waktu Jerman, hari Sabtu tanggal 22 Mei
2010, Nyonya Ainun wafat dalam usia 72 tahun, setelah 48 tahun hidup
bersama Habibie. Sebelum wafat, ibu Ainun sempat beberapa kali
mengalami kritis. Namun jiwanya tidak terselamatkan lagi. Semua yang
berasal dari Allah akan kembali kepada Allah.
Dalam proses penantian pengurusan administrasi sebelum jenazah
diterbangkan ke tanah airpun Habibie masih mendampingi istrinya. Dalam
pesawat beliau masih dekat dengan jenazah almarhumah. Saat tiba di tanah
air jenazah diturunkan dari pesawat, beliau masih mendampingi peti
jenazah tersebut. Dalam beberapa foto yang diabadikan wartawan jelas
nampak Habibie dengan peci hitam berjalan dengan memegang peti jenazah
istrinya. Bahkan saat jenazah dibawa ke pemakaman dari rumah duka,
Habibie tidak mau naik ke mobil yang telah disediakan untuknya. Ia malah
memilih masuk ke dalam ambulan dan duduk di sisi peti jenazah istrinya.
Mungkin tidak semua masyarakat yang menyaksikan iring-iringan mobil itu
tau kalau mantan Presiden Indonesia itu berada berdua dengan sang istri dalam
ambulan menuju pemakaman.
Selamat Jalan Ibu.Ainun, Jasa-Jasamu Akan Kami Kenang Selalu
Sumber: http://bigblackhorse.blogspot.com/2012/09/habibie-dan-ainun-kesetiaan-tiada-akhir.html (dengan diedit)
Rabu, 12 Desember 2012
Misteri Sai Baba
16.22
Naufal Caya
No comments
Apakah Sai Baba adalah Dajjal? dan bagaimanakah kemunculannya? Simaklah artikelsatu ini..
Salah satu tanda akhir zaman yang akhir-akhir ini cukup menarik perhatian adalah kehadiran seorang bernama Sai Baba, dia lahir dan tinggal di Desa Nilayam Puthaparti, wilayah timur Khurasan, iaitu India Selatan. Telah bersabda Rasulullah S.A.W., bahawasanya Dajjal akan keluar dari bumi ini dari kawasan bahagian timur yang bernama Khurasan (Jamiu At-Tirmidzi).
“Ya Allah, aku memohon perlindungan pada Mu dari siksa Neraka Jahannam, azab kubur, fitnah (dugaan) hidup dan mati serta dari keburukan fitnah Dajjal.”
Salah satu tanda akhir zaman yang akhir-akhir ini cukup menarik perhatian adalah kehadiran seorang bernama Sai Baba, dia lahir dan tinggal di Desa Nilayam Puthaparti, wilayah timur Khurasan, iaitu India Selatan. Telah bersabda Rasulullah S.A.W., bahawasanya Dajjal akan keluar dari bumi ini dari kawasan bahagian timur yang bernama Khurasan (Jamiu At-Tirmidzi).
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi S.A.W. telah bersabda yang bermaksud:
“Hari Kiamat tidak akan datang hingga 30 Dajal (pendusta) muncul, mereka semua berdusta tentang Allah dan Rasul-Nya.”
Tidak mustahil bahwa Sai Baba ini adalah salah satu dari 30 dajal-dajal kecil yang akan membuka jalan bagi munculnya Al-Maseh Al-Dajjal. (Dajjal nantinya akan berperang dengan Imam Mahdi dan di bunuh oleh Nabi Isa A.S.)
Wallahu A’lam..
Tentang “Sai Baba”
Sai Baba dikatakan memiliki kemampuan menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang lumpuh dan buta, bahkan mampu menurunkan hujan dan mengeluarkan tepung dari tangannya. Ia juga mampu berjalan melintasi belahan bumi dalam sekejap, menciptakan patung emas, merubah besi menjadi emas, dan banyak lagi berbagai fitnah yang ditunjukkan oleh Sai Baba kepada ribuan orang, bahkan jutaan yang datang dari berbagai suku bangsa dan agama. Saat ini Sai Baba dikatakan sudah pun memiliki puluhan juta pengikut.
Maka sudah saatnya bagi setiap muslim untuk mengetahui masalah ini, agar dirinya tidak turut sama menjadi korban berikut dari fitnah Sai Baba ini.
Tentang “Dajjal”
“Dajjal adalah seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah dan berambut keriting…”
(Hadith riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadith riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Sabda Rasulullah S.A.W. yang bermaksud:
“Diawal kemunculannya, Dajjal berkata, Aku adalah nabi, padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata, Aku adalah Rabb kalian, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati..”
(Hadist riwayat Ibnu Majah)
(Hadist riwayat Ibnu Majah)
Persamaan antara DAJJAL dan SAI BABA:
- Dajjal seorang laki yang berpostur pendek, gempal, berambut kerinting, berkaki bengkok (agak pengkor).
Persamaan: Sai Baba seorang yang berpostur pendek dan berambut kerinting. - Dajjal memiliki mata yang buta.
Persamaan: Sai Baba pernah mengalami kebutaan semasa muda kemudian sembuh kembali. - Dajjal datang dan bersamanya ada gunung roti dan sungai air.
Persamaan: Sai Baba memiliki kemampuan mengeluarkan vibhuti (tepung suci) dari udara melalui tangannya. - Dajjal memiliki kemampuan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat dan kecepatannya seperti hujan badai atau secepat awan yang ditiup angin kencang.
Persamaan: Sai Baba memiliki kemampuan berjalan menjelajahi bumi dalam hitungan kedipan mata. - Dajjal mempunyai pengikut yang sangat banyak, bahkan di akhir zaman nanti banyak manusia yang berangan-angan untuk berjumpa dengan Dajjal.
Persamaan: Sai Baba memiliki pengikut yang jumlahnya puluhan juta manusia dari berbagai macam suku, bangsa, negara dan agama. - Dajjal akan muncul dengan mengaku sebagai orang bijak/baik, sehingga ramai sekali orang yang tertarik untuk mengikutinya.
Persamaan: Sai Baba mengaku sebagai orang yang bijak yang membawa misi perdamaian, cinta kasih menghapuskan segala persengketaan dengan bijaksana. - Dajjal akan muncul dan sebagai nabi.
Persamaan: Sai Baba meletakkan dirinya sebagai nabi kepada pengikutnya. - Dajjal akan menggunakan nama Al-Masih.
Persamaan: Sai Baba mengaku akan menjelma sebagai Isa Al-Masih setelah tahun 2020. - Dajjal akan mengaku sebagai Tuhan.
Persamaan: Sai Baba mengakui bahwa dirinya adalah Tuhan penguasa alam semesta. - Dajjal akan mendakwahkan agama Allah.
Persamaan: Dalam banyak majlis darshanya, Sai Baba banyak berbicara tentang Islam, Al-Qur’an dan keharusan untuk memahaminya. - Dajjal mampu menghidupkan orang mati dan menyembuhkan orang sakit.
Persamaan: Sai Baba juga memiliki kemampuan menghidupkan orang mati dan menyembuhkan penyakit kanser. - Dajjal dapat menurunkan hujan.
Persamaan: Sai Baba memiliki kemampuan menurunkan hujan dan mendatangkan air untuk irigasi (di NTT sedang di bangun proyek Sai Baba untuk pengairan di daerah yang kering). - Dajjal berupaya mengeluarkan perbendaharaan (perhiasan dan harta) dari bangunan yang roboh, lalu perbendaharaan itu akan mengikuti ratunya.
Persamaan: Sai Baba mampu menciptakan patung emas, kalung emas, injil mini dan berbagai bentuk medalai berlafadz ALLAH dalam tempo yang singkat. - Dajjal akan membunuh seseorang dan menghidupkannya kembali.
Persamaan: Sai Baba mampu menghidupkan orang yang sudah meninggal dunia. - Dajjal berupaya berpindah raga dan tempat dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Persamaan: Sai Baba bisa berpindah dari satu jasad ke jasad lainnya yang merupakan bentuk reinkarnasi dirinya. - Dajjal berupaya membesarkan tubuhnya.
Persamaan: Sai Baba memliki kemampuan berjalan di udara dan membuat kemukjizatan pada sebuah pesawat terbang. - Dajjal biasa keluar masuk pasar dan makan.
Persamaan: Sai Baba juga manusia biasa yang makan dan minum sebagaimana manusia lainnya, ia juga berupaya berjalan ke pasar, rumah sakit, proyek irigasi dan tempat lain yang biasa dikunjungi manusia. - Dajjal bisa memerintahkan bumi untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan dan air.
Persamaan: Sai Baba mampu mengeluarkan air dengan hentakan kakinya. - Dajjal tidak memliki anak.
Persamaan: Sai Baba mandul, ia tidak beranak dan tidak berkeluarga (tidak menikah). - Dajjal memimpin orang Yahudi.
Persamaan: Sai Baba memiliki misi menyebarkan Teologi Zionis. - Dajjal muncul di zaman pertikaian.
Persamaan: Sai Baba mengakui bahwa dia datang dari masa banyak pertikaian dan persengketaan, serta kedatangannya untuk menegakkan kebenaran dan membinasakan kejahatan.
Wahai kaum muslimin, marilah segera kita kembali kepada Allah dan rasulnya.
Jika salah seorang diantara kalian telah menyelesaikan bacaan Tasyahhud akhirnya, hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari empat hal;
Hendaklah ia berkata :“Ya Allah, aku memohon perlindungan pada Mu dari siksa Neraka Jahannam, azab kubur, fitnah (dugaan) hidup dan mati serta dari keburukan fitnah Dajjal.”
Sumber: http://adityapranata.blogspot.com (yang sudah direvisi ulang)
Senin, 10 Desember 2012
Biografi Buya Hamka
17.46
Naufal Caya
No comments
Prof.
Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal
dengan julukan Hamka, yakni singkatan namanya, (lahir di Maninjau, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17
Februari 1908 – meninggal
di Jakarta, 24 Juli 1981 pada
umur 73 tahun)[1]
adalah sastrawan Indonesia,
sekaligus ulama,
ahli filsafat, dan aktivis politik.[2]
Ia baru dinyatakan sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun
2011 pada tanggal 9 November 2011.[3]
Hamka merupakan salah satu orang Indonesia yang paling banyak menulis
dan menerbitkan buku. Oleh karenanya ia dijuluki sebagai Hamzah Fansuri di era modern.[4]
Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan untuk orang
Minangkabau yang berasal dari kata abi atau abuya
dalam bahasa Arab yang berarti ayahku atau seseorang yang
dihormati.
Ayahnya adalah Haji Abdul Karim bin Amrullah, pendiri Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Sementara ibunya adalah
Siti Shafiyah Tanjung. Dalam silsilah Minangkabau, ia berasal dari suku
Tanjung, sebagaimana suku ibunya.[5]
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Kehidupan
Hamka merupakan cucu dari Tuanku Kisai,[6]
mendapat pendidikan rendah pada usia 7 tahun di Sekolah Dasar Maninjau
selama dua tahun. Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka kemudian
mempelajari agama
dan mendalami bahasa Arab, salah satu pelajaran yang paling
disukainya.[7]
Melalui sebuah perpustakaan yang dimiliki oleh salah seorang
gurunya, Engku Dt. Sinaro, bersama dengan Engku Zainuddin, Hamka
diizinkan untuk membaca buku-buku yang ada diperpustakaan tersebut, baik
buku agama maupun sastra.
Museum Rumah Kelahiran Buya
Hamka, bangunannya merupakan rumah tempat
Hamka dilahirkan
Hamka mulai meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu di Pulau Jawa, sekaligus ingin mengunjungi kakak
iparnya, Ahmad Rasyid Sutan Mansur yang
tinggal di Pekalongan, Jawa
Tengah. Untuk itu, Hamka kemudian ditumpangkan dengan Marah Intan,
seorang saudagar Minangkabau yang hendak ke Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, ia tidak
langsung ke Pekalongan. Untuk sementara waktu, ia tinggal bersama adik
ayahnya, Ja’far Amrullah di kelurahan Ngampilan, Yogyakarta. Barulah pada tahun 1925, ia
berangkat ke Pekalongan, dan tinggal selama enam bulan bersama iparnya,
Ahmad Rasyid Sutan Mansur.[7]
Pada tahun 1927,
Hamka berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Sekembalinya dari Mekkah, dalam suatu rapat adat niniak mamak nagari Sungai Batang, kabupaten Agam, Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo, memaklumkan
Hamka dengan gelar Datuk Indomo, yang
merupakan gelar pusaka turun temurun dalam suku
Tanjung. Pada tahun 1950, Hamka kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji yang kedua kalinya.
Pada tanggal 5 April 1929, Hamka dinikahkan dengan Siti Raham binti Endah
Sutan, yang merupakan anak dari salah satu saudara laki-laki ibunya.
Dari perkawinannya dengan Siti Raham, ia dikaruniai 11 orang anak.
Mereka antara lain Hisyam, Zaky, Rusydi, Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah,
Fathiyah, Hilmi, Afif, dan Syakib. Setelah istrinya meninggal dunia,
satu setengah tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1973, ia menikah lagi
dengan seorang perempuan bernama Hj. Siti Khadijah. Menjelang akhir
hayatnya ia mengangkat Jusuf Hamka, seorang muallaf, peranakan Tionghoa-Indonesia sebagai anak.[8]
[sunting] Karier
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama di Padang Panjang pada tahun 1927.
Kemudian ia mendirikan cabang Muhammadiyah
di Padang Panjang dan mengetuai cabang Muhammadiyah tersebut pada tahun
1928. Pada
tahun 1931,
ia diundang ke Bengkalis untuk kembali mendirikan cabang Muhammadiyah.
Dari sana ia melanjutkan perjalanan ke Bagansiapiapi,
Labuhan Bilik, Medan, dan Tebing Tinggi, sebagai mubaligh Muhammadiyah. Pada
tahun 1932
ia dipercayai oleh pimpinan Muhammadiyah sebagai mubaligh ke Makassar,
Sulawesi Selatan.[9]
Ketika di Makassar, sambil melaksanakan tugasnya sebagai seorang
mubaligh Muhammadiyah, ia memanfaatkan masa baktinya dengan
sebaik-baiknya, terutama dalam mengembangkan lebih jauh minat
sejarahnya. Ia mencoba melacak beberapa manuskrip sejarawan muslim lokal. Bahkan ia menjadi
peneliti pribumi pertama yang mengungkap secara luas riwayat ulama besar
Sulawesi Selatan, Syeikh Muhammad
Yusuf al-Makassari. Bukan itu saja, ketika di Makassar ia juga
mencoba menerbitkan majalah pengetahuan Islam yang terbit sekali
sebulan. Majalah tersebut diberi nama "al-Mahdi".[10]
Pada tahun 1934,
Hamka meninggalkan Makassar dan kembali ke Padang Panjang, kemudian
berangkat ke Medan. Di Medan—bersama M. Yunan Nasution—ia
mendapat tawaran dari Haji Asbiran Ya'kub, dan Mohammad Rasami (mantan
sekretaris Muhammadiyah Bengkalis) untuk memimpin majalah mingguan
Pedoman Masyarakat.[7]
Pada majalah ini untuk pertama kali ia memperkenalkan nama
pena Hamka,[11]
melalui rubrik Tasawuf modern, tulisannya telah mengikat hati
para pembacanya, baik masyarakat awam maupun kaum intelektual, untuk
senantiasa menantikan dan membaca setiap terbitan Pedoman Masyarakat.
Pemikiran cerdas yang dituangkannya di Pedoman Masyarakat merupakan alat
yang sangat banyak menjadi tali penghubung antara dirinya dengan kaum
intelektual lainnya, seperti Natsir, Hatta, Agus Salim, dan Muhammad Isa Anshary.
Pada tahun 1945
Hamka kembali ke Padang Panjang. Sesampainya di Padang Panjang, ia
dipercayakan untuk memimpin Kulliyatul Muballighin dan menyalurkan
kemampuan jurnalistiknya dengan menghasilkan beberapa karya tulis. Di
antaranya: Negara Islam, Islam dan Demokrasi, Revolusi
Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi
Revolusi, dan Dari Lembah Cita-Cita. Pada tahun 1949, Hamka
memutuskan untuk meninggalkan Padang Panjang menuju Jakarta. Di Jakarta, ia menekuni dunia
jurnalistik dengan menjadi koresponden majalah Pemandangan dan Harian
Merdeka. Pada tahun 1950, setalah menunaikan ibadah haji untuk kedua
kalinya, Hamka melakukan kunjungan ke beberapa negara Arab. Di sana,
ia dapat bertemu langsung dengan Thaha Husein dan Fikri Abadah.
Sepulangnya dari kunjungan tersebut, ia mengarang beberapa buku roman. Di
antaranya Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil,
dan Di Tepi Sungai Dajlah. Ia kemudian mengarang karya
otobiografinya, Kenang-Kenangan Hidup pada tahun 1951,[12]
dan pada tahun 1952
ia mengunjungi Amerika Serikat atas undangan pemerintah
setempat.[13]
[sunting] Politik
Hamka juga aktif di kancah politik melalui Masyumi.[10]
Pada Pemilu 1955, Hamka terpilih menjadi anggota konstituante
mewakili Jawa Tengah. Akan tetapi pengangkatan tersebut ditolak
karena merasa tempat tersebut tidak sesuai baginya. Atas desakan kakak
iparnya, Ahmad Rasyid Sutan Mansur,
akhirnya Hamka menerima untuk diangkat menjadi anggota konstituante.
Sikapnya yang konsisten terhadap agama, menyebabkannya acapkali
berhadapan dengan berbagai rintangan, terutama terhadap beberapa
kebijakan pemerintah. Keteguhan sikapnya ini membuatnya dipenjarakan
oleh Soekarno
dari tahun 1964
sampai 1966.
Pada awalnya, Hamka diasingkan ke Sukabumi,
kemudian ke Puncak, Megamendung, dan terakhir
dirawat di rumah sakit Persahabatan Rawamangun, sebagai tawanan. Di
dalam penjara
ia mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya
ilmiah terbesarnya.[14]
Pada tahun 1977, Hamka dipilih sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia yang
pertama. Semasa jabatannya, Hamka mengeluarkan fatwa yang bersisi
penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan RUU Perkawinan tahun 1973, dan
mengecam kebijakan diperbolehkannya merayakan Natal bersama umat
Nasrani. Meskipun pemerintah mendesaknya untuk menarik kembali fatwanya
tersebut dengan diiringi berbagai ancaman, Hamka tetap teguh dengan
pendiriannya.[15]
Akan tetapi, pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka
memutuskan untuk melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Majelis Ulama
Indonesia, karena fatwanya yang tidak kunjung dipedulikan oleh
pemerintah Indonesia.[1]
[sunting] Sastrawan
Hamka juga merupakan seorang wartawan,
penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi
wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, ia
menjadi editor
majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, ia
menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makassar. Hamka juga
pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan
Gema Islam.[16]
Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam
maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki
Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain
Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Perancis,
Inggris
dan Jerman
seperti Albert Camus, William
James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl
Marx, dan Pierre Loti.
Hamka juga banyak menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya lain
seperti novel
dan cerpen. Pada tahun 1928, Hamka
menulis buku romannya yang pertama dalam bahasa Minang dengan judul Si Sabariah.
Kemudian, ia juga menulis buku-buku lain, baik yang berbentuk roman,
sejarah, biografi dan otobiografi,
sosial kemasyarakatan, pemikiran dan pendidikan, teologi,
tasawuf, tafsir,
dan fiqih. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir
al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah,
dan Merantau
ke Deli juga menjadi perhatian umum dan menjadi buku teks sastra
di Malaysia
dan Singapura.
Beberapa penghargaan dan anugerah juga ia terima, baik peringkat
nasional maupun internasional.[16]
Pada tahun 1959,
Hamka mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar, Cairo[5]
atas jasa-jasanya dalam penyiaran agama Islam dengan menggunakan bahasa
Melayu. Kemudian pada 6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar kehormatan tersebut
dari Universitas Nasional Malaysia
pada bidang kesusasteraan, serta gelar Profesor
dari Universitas Prof. Dr. Moestopo.[16]
Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981 dalam
usia 73 tahun dan dikebumikan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.[16]
Jasanya tidak hanya diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sastrawan
di negara kelahirannya, bahkan di negara negara berpenduduk muslim di
Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura,
Thailand Selatan, Brunei, Filipina Selatan, dan beberapa negara Arab.
[sunting] Daftar karya
- Kenang-Kenangan Hidup, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
- Ayahku (Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangannya), Jakarta: Pustaka Wijaya, 1958.
- Khatib al-Ummah, 3 Jilid, Padang Panjang, 1925.
- Islam dan Adat, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1929.
- Kepentingan Melakukan Tabligh, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1929.
- Majalah Tentera, 4 nomor, Makassar, 1932.
- Majalah al-Mahdi, 9 nomor, Makassar, 1932.
- Bohong di Dunia, cet. 1, Medan: Cerdas, 1939.
- Agama dan Perempuan, Medan: Cerdas, 1939.
- Pedoman Mubaligh Islam, cet. 1, Medan: Bukhandel Islamiah, 1941.
- Majalah Semangat Islam, 1943.
- Majalah Menara, Padang Panjang, 1946.
- Hikmat Isra’ Mi’raj, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui).
- Negara Islam, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Islam dan Demokrasi, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Revolusi Fikiran, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Dibandingkan Ombak Masyarakat, 1946 (tempat dan penerbit tidak diketahui),
- Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1946.
- Revolusi Agama, Padang Panjang: Anwar Rasyid, 1946.
- Sesudah Naskah Renville, 1947 (tempat dan penerbit tidak diketahui).
- Tinjauan Islam Ir. Soekarno, Tebing Tinggi, 1949.
- Pribadi, 1950 (tempat dan penerbit tidak diketahui).
- Falsafah Hidup, cet. 3, Jakarta: Pustaka Panji Masyarakat, 1950.
- Falsafah Ideologi Islam, Jakarta: Pustaka Wijaya, 1950.
- Urat Tunggang Pancasila, Jakarta: Keluarga, 1951.
- Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
- K.H. A. Dahlan, Jakarta: Sinar Pujangga, 1952.
- Perkembangan Tashawwuf dari Abad ke Abad, cet. 3, Jakarta: Pustaka Islam, 1957.
- Pribadi, Jakarta: Bulan Bintang, 1959.
- Pandangan Hidup Muslim, Jakarta: Bulan Bintang, 1962.
- Lembaga Hidup, cet. 6, Jakarta: Jayamurni, 1962 (kemudian dicetak ulang di Singapura oleh Pustaka Nasional dalam dua kali cetakan, pada tahun 1995 dan 1999).
- 1001 Tanya Jawab tentang Islam, Jakarta: CV. Hikmat, 1962.
- Cemburu, Jakarta: Firma Tekad, 1962.
- Angkatan Baru, Jakarta: Hikmat, 1962.
- Ekspansi Ideologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1963.
- Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1965 (awalnya merupakan naskah yang disampakannya pada orasi ilmiah sewaktu menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Mesir, pada 21 Januari 1958).
- Sayyid Jamaluddin al-Afghani, Jakarta: Bulan Bintang, 1965.
- Lembaga Hikmat, cet. 4, Jakarta: Bulan Bintang, 1966.
- Dari Lembah Cita-Cita, cet. 4, Jakarta: Bulan Bintang, 1967.
- Hak-Hak Azasi Manusia Dipandang dari Segi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1968.
- Gerakan Pembaruan Agama (Islam) di Minangkabau, Padang: Minang Permai, 1969.
- Hubungan antara Agama dengan Negara menurut Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1970.
- Islam, Alim Ulama dan Pembangunan, Jakarta: Pusat dakwah Islam Indonesia, 1971.
- Islam dan Kebatinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
- Mengembalikan Tasawuf ke Pangkalnya, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1973.
- Beberapa Tantangan terhadap Umat Islam di Masa Kini, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
- Kedudukan Perempuan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1973.
- Muhammadiyah di Minangkabau, Jakarta: Nurul Islam, 1974.
- Tanya Jawab Islam, Jilid I dan II cet. 2, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
- Studi Islam, Aqidah, Syari’ah, Ibadah, Jakarta: Yayasan Nurul Iman, 1976.
- Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1976.
- Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, cet. 8, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980.
- Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
- Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
- Lembaga Budi, cet. 7, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
- Tasawuf Modern, cet. 9, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
- Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan Keberanian, Jakarta: Yayasan Idayu, 1983.
- Islam: Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Iman dan Amal Shaleh, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Renungan Tasawuf, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.
- Filsafat Ketuhanan, cet. 2, Surabaya: Karunia, 1985.
- Keadilan Sosial dalam Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1985.
- Tafsir al-Azhar, Juz I sampai Juz XXX, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.
- Prinsip-prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990.
- Tuntunan Puasa, Tarawih, dan Idul Fitri, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995.
- Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Jakarta: Tekad, 1963.
- Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Mengembara di Lembah Nil, Jakarta: NV. Gapura, 1951.
- Di Tepi Sungai Dajlah, Jakarta: Tintamas, 1953.
- Mandi Cahaya di Tanah Suci, Jakarta: Tintamas, 1953.
- Empat Bulan di Amerika, 2 Jilid, Jakarta: Tintamas, 1954.
- Merantau ke Deli, cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1977 (ditulis pada tahun 1939).
- Si Sabariah (roman dalam bahasa Minangkabau), Padang Panjang: 1926.
- Laila Majnun, Jakarta: Balai Pustaka, 1932.
- Salahnya Sendiri, Medan: Cerdas, 1939.
- Keadilan Ilahi, Medan: Cerdas, 1940.
- Angkatan Baru, Medan: Cerdas, 1949.
- Cahaya Baru, Jakarta: Pustaka Nasional, 1950.
- Menunggu Beduk Berbunyi, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950.
- Terusir, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950.
- Di Dalam Lembah Kehidupan (kumpulan cerpen), Jakarta: Balai Pustaka, 1958.
- Di Bawah Lindungan Ka'bah, cet. 7, Jakarta: Balai Pustaka, 1957.
- Tuan Direktur, Jakarta: Jayamurni, 1961.
- Dijemput Mamaknya, cet. 3, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962.
- Cermin Kehidupan, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962.
- Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, cet. 13, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
- Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abubakar Shiddiq), Medan: Pustaka Nasional, 1929.
- Ringkasan Tarikh Ummat Islam, Medan: Pustaka Nasional,1929.
- Sejarah Islam di Sumatera, Medan: Pustaka Nasional, 1950.
- Dari Perbendaharaan Lama, Medan: M. Arbi, 1963.
- Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
- Sejarah Umat Islam, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
- Sullam al-Wushul; Pengantar Ushul Fiqih (terjemahan karya Dr. H. Abdul Karim Amrullah), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
- Margaretta Gauthier (terjemahan karya Alexandre Dumas), cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Sumber: Wikipedia
Do'a Sesudah Shalat Dhuha
17.18
Naufal Caya
No comments
ALLAAHUMMA INNADH-DHUHAA ‘A DHUHAA ‘UKA - WAL BAHAA ‘A BAHAA
‘UKA – WAL JAMAALA JAMAALUKA – WAL QUWWATA QUWWATUKA –
WALQUDRATA QUDRATUKA – WAL ‘ISHMATA ‘ISHMATUKA.
ALLAAHUMMA IN KAANA RIZQII FIS-SAMAA ‘I FA ANZILHU – WA IN
KAANA FIL ARDI FA AKHRIJHU – WA IN KAANA MU’ASSARAN FA
YASSIRHU – WA IN KAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU – WA IN KAANA
BA’IIDAN FA QARRIBHU,
BIHAQQI DHUHAA ‘IKA, WA BAHAA ‘IKA, WAJAMAALIKA, WA QUWWATIKA, WA QUDRATIKA. AATINII MAA ‘ATAITA ‘IBAADAKASH-SHAALIHIIN.
ARTINYA:
“Wahai ALLAH, bahwasanya waktu Dhuha itu waktu Dhuha-MU – dan kecantikan
adalah kecantikan-MU – dan keindahan adalah keindahan-MU – dan kekuatan
adalah kekuatan-MU – dan kekuasaan adalah kekuasaan-MU - dan perlindungan
itu adalah perlindungan-MU.
Wahai ALLAH, jikalau rejekiku masih diatas langit, maka turunkanlah – Dan
jikalau ada didalam bumi maka keluarkanlah – dan jikalau sukar maka
mudahkanlah – dan jika haram maka sucikanlah - dan jikalau masih jauh maka
dekatkanlah
Dengan berkat waktu Dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan Dan kekuasaan-MU.
Limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hambamu yang shaleh.
Kamis, 06 Desember 2012
Andi Mallarangeng: Saya Mengundurkan Diri Sebagai Menpora
19.32
Naufal Caya
No comments
Jakarta - Andi Mallarangeng akhirnya memastikan mundur sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dia akan fokus menghadapi kasus hukum yang menjeratnya.
"Tadi pagi saya menghadap Bapak Presiden dan mengajukan surat pengunduran diri saya sebagai Menpora dan mulai berlaku hari ini," kata Andi saat jumpa pers di Kemenpora, Jl Gerbang Pemuda, Jakarta, Jumat (7/12/2012) pukul 10.00 WIB.
Andi mengenakan kemeja batik motif cokelat dengan didampingi para stafnya. Andi membacakan naskah jumpa persnya dan mengawali pernyataannya dengan Salam Olahraga!
Andi Mallarangeng telah ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek Hambalang oleh KPK pada Kamis kemarin. Pagi ini, Andi pun langsung menghadap Presiden SBY di Istana Negara untuk mengajukan permohonan pengunduran dirinya.
Sumber: http://news.detik.com/read/2012/12/07/100719/2111942/10/andi-mallarangeng-saya-mengundurkan-diri-sebagai-menpora
"Tadi pagi saya menghadap Bapak Presiden dan mengajukan surat pengunduran diri saya sebagai Menpora dan mulai berlaku hari ini," kata Andi saat jumpa pers di Kemenpora, Jl Gerbang Pemuda, Jakarta, Jumat (7/12/2012) pukul 10.00 WIB.
Andi mengenakan kemeja batik motif cokelat dengan didampingi para stafnya. Andi membacakan naskah jumpa persnya dan mengawali pernyataannya dengan Salam Olahraga!
Andi Mallarangeng telah ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek Hambalang oleh KPK pada Kamis kemarin. Pagi ini, Andi pun langsung menghadap Presiden SBY di Istana Negara untuk mengajukan permohonan pengunduran dirinya.
Sumber: http://news.detik.com/read/2012/12/07/100719/2111942/10/andi-mallarangeng-saya-mengundurkan-diri-sebagai-menpora