Azh-Zhain bin Al-Mughirah
berkata : “Pendapat terbanyak mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Asyura
adalah tanggal sepuluh pada bulan Muharram, dan pendapat ini lebih
sesuai jika dilihat dari akar katanya dan penamaannya.
Hukum Puasa ‘Asyura
Para ulama sepakat bahwa
hukum puasa ‘Asyura adalah sunnah, dan mereka berbeda pendapat mengenai
hukumnya pada masa permulaan Islam tatkala disyariatkan sebelum
disyariatkannya puasa Ramadhan. Abu Hanifah berpendapat bahwa pada
awalnya diwajibkan kemudian dihapus, dan diriwayatkan dari Imam Ahmad
akan sunnahnya, begitu juga ucapan jumhur ulama, karena Rasulullah SAW
tidak memerintahkan secara umum tentang puasa tersebut, bahkan beliau
bersabda :
{ هذا يوم عاشوراء, وأنا صائم فيه, فمن شاء صام ومن شاء أفطر {
“ Hari ini adalah hari
‘Asyura, dan saya puasa pada hari tersebut, siapa yang suka maka
hendaklah dia puasa dan siapa yang suka dia berbuka “
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata :
“ Disunnahkan bagi yang
puasa pada hari ‘Asyura untuk berpuasa pada tanggal sembilannya, karena
hal tersebut adalah perintah rasulullah saw yang paling akhir”.
Hikmah Puasa ‘Asyura dan
Puasa Tanggal Sembilannya.
Adapun puasa tanggal
sembilannya adalah untuk menjaga puasa ‘Asyura, juga untuk menunjukkan
sikap berbeda dari orang-orang Yahudi yang juga berpuasa hanya pada hari
itu saja. Dengan menggabungkan kedua hari itu maka syariat tersebut
menjadi berbeda dari ajaran Yahudi. Adapun puasa ‘Asyura itu sendiri
karena pada hari tersebut terjadi beberapa kejadian yang baik,
diantaranya : Selamatnya Musa alaihissalam dan para pengikutnya serta
tenggelamnya musuh Allah, Fir’aun beserta kaumnya, begitu juga
terjadinya beberapa tanda-tanda kebesaran Allah terhadap makhluknya,
sesuatu yang layak untuk di syukuri.
Keutamaan Puasa ‘Asyura.
Terdapat riwayat dalam
shahih Muslim dari Abi Qatadah bahwa seseorang bertanya kepada
Rasulullah saw tentang puasa ‘Asyura, maka beliau bersabda : “Saya
berharap agar ‘Allah menghapus dosa-dosa setahun sebelumnya “
Urutan Derajat Puasa
‘Asyura
Derajat pertama dan yang
paling utama, adalah dengan melakukan puasa tiga hari, yaitu tanggal
sembilan, sepuluh dan sebelas.
Derajat kedua, yaitu
berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluhnya, sebagaimana yang terdapat
dalam riwayat Muslim dari Ibnu Abbas radiallahuanhu, dia berkata :
Rasulullah saw bersabda : “Jika saya masih ada pada tahun depan, saya
akan berpuasa pada tanggal sembilannya (bersama tanggal sepuluh)”, dan
dari Ibnu Abbas juga, beliau bersabda “ Puasalah kalian pada tanggal
sembilan dan sepuluh, bedakanlah dari orang-orang Yahudi ”.Derajat ketiga, yaitu
dengan berpuasa hanya pada tanggal sepuluhnya saja, sebagaimana dari
Ibnu Abbas dia berkata : “Kami diperintahkan Rasulullah saw untuk
berpuasa pada hari ‘Asyura”
Apa Derajat Yang Paling
Utama ?
Yang paling utama dari
ketiga derajat tersebut adalah derajat yang pertama, karena berpuasa
pada hari-hari tersebut akan mendapatkan beberapa manfaat, diantaranya:
- Akan mendapatkan ganjaran puasa sebuan
penuh, sebagaimana hadits Abdullah bin Amr bin Ash radialluhanhu, dia
berkata, Rasulullah saw bersabda : “tiga hari pada setiap bulan bagaikan
puasa selamanya “.
- Karena puasa pada bulan
ini adalah puasa yang utama setelah puasa Ramadhan, sebagaimana hadits
Ibnu Abbas radiallahunhu, dia berkata : “Aku tidak pernah melihat
Rasulullah saw memperhatikan sebuah puasa dan mengutamakannya atas yang
lainnya, kecuali hari ini, yaitu hari ‘Asyura, dan bulan ini, yaitu
bulan Ramadhan “.
- Menunjukkan sikap
berbeda dari orang-orang Yahudi, sebagaimana hadits Ibnu Abbas :
“Berpuasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya “.
- Mengikuti jejak Rasulullah saw yang
merupakan sunnahnya dengan mengamalkannya dan mendakwahkannya, sebagai
bentuk ibadah yang utama kepada Allah swt.
- Dapat menghapus
dosa-dosa setahun penuh, berdasarkan hadits Qatadah radiallahunhu, dia
berkata, Rasulullah saw bersabda : ”Dan hari ‘Asyura dapat menghapus
(dosa-dosa) setahun sebalumnya “.
Akhi yang saya cintai, ada
yang ingin saya saya sampaikan kepada anda: Walaupun bulan puasa (bulan
Ramadan) telah berlalu, akan tetapi waktu beramal tetap ada, begitu
juga dengan berpuasa, tetap disyariatkan setiap waktu -segala puji bagi
Allah-. Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyura dan beliau
memerintahkan untuk berpuasa sebelum disyariatkannya puasa Ramadhan.
Sesungguhnya puasa ‘Asyura adalah sunnah dari Rasulullah, jika diamalkan
dan didakwahkan dengan ucapan dan perbuatan, maka hal tersebut
merupakan ibadah yang sangat utama kepada Allah, karena siapa yang
menghidupkan sunnah, mengamalkannya dan menyebarkannya diantara manusia
maka baginya dua pahala, pahala dia beramal dan pahala menghidupkan
sunnah tersebut, maka selayaknya bagi setiap muslim untuk melakukannya.
Karena pada hakekatnya
umur kita adalah apa yang kita isi didalamnya dengan ketaatan kepada
Allah swt, selebihnya akan belalu begitu saja tanpa nilai, dan akan
menyesallah orang yang menyia-nyiakan kesempatannya, pada saat tidak
berguna lagi penyesalan.
Apakah Terdapat Kekhususan
Lain Pada Hari ‘Asyura :
Doktor Shaleh As-Sadlan
berkata :
“ Tidak ada kekhususan
lain pada hari ini kecuali puasa, adapun yang dituliskan beberapa kitab
dan yang disebutkan sebagian fuqoha, bahwa disunnahkan pada hari
tersebut melebihkan nafkah untuk keluarga dan menjadikannya menyerupai
hari ‘Ied, tidak terdapat dalil yang shahih didalamnya.
Beberapa Bid’ah Pada Hari
‘Asyura.
Kini kita merenung sejenak
tentang hari ‘Asyura, hari mulia yang didalamnya Allah selamatkan Musa
alaihissalam dan para pengikutnya dari Firaun dan kaumnya, kemudian
dirubah oleh sebagian kaum muslimin di sebagian negri-negri Islam
menjadi acara kendurian. Para ulama telah menerangkan semua itu sebagai
bid’ah yang diharamkan dan bukan bagian dari ajaran Islam akan tetapi
lebih dekat kepada ajaran jahiliyah. Akan anda dapatkan sebagian
diantara mereka menghindari perhiasan dan kesenangan, yang demikian itu
untuk memperingati terbunuhnya Husain radiallahu’anhu. Benar,
terbunuhnya beliau membuat kaum muslimin sangat sedih, akan tetapi
apakah itu berarti kita harus selalu mengorek luka lama ? Tidak, sebab
yang demikian itu akan menjadikan kaum muslimin berpecah belah dan
menumbuhkan fanatisme, serta membiarkan musuh-musuh mengambil kesempatan
masuk didalamnya. Diantara bid’ah yang lain adalah membuat makanan yang
berbeda dari biasanya, seperti dengan menambahkan biji-bijian atau yang
lain, atau mengganti baju dan melapangkan nafkah bagi keluarga, atau
membeli kebutuhan setahun pada hari itu, atau melakukan ibadah tertentu
seperti shalat, menyembelih hewan, menyimpan daging korban untuk dimasak
pada hari itu, memakai celak mata, saling bersalam-salaman, saling
berziarah, mengunjungi masjid atau kuburan, atau menampar pipi dan
merobek kantong baju sebagai tanda bela sungkawa seperti cara jahiliyah.
Semua itu adala perbuatan bi’ah dan kemungkaran yang tidak diajarkan
oleh Rasulullah saw, juga Khulafaurrasyidun dan orang-orang sesudahnya,
juga tidak ada para imam yang menganjurkannya. Sesungguhnya yang sangat
dibenci Islam adalah mengulang-ngulang kesedihan, maka bagaimana mereka
melakukan hal yang demikian tersebut. Bagi setiap muslim seharusnya
menjauhi perbuatan bid’ah, karena sebaik-baiknya perbuatan adalah
mengikuti Rasulullah saw dan seburuk-buruknya perbuatan adalah menjauhi
ajaran Rasulullah saw, karena setiap bi’ah adalah sesat dan setiap
kesesatan kedalam neraka.
0 komentar:
Posting Komentar