dr. Hj. Hasri Ainun Besari
Kisah CInta dan Pernikahan
Makmur Makka, penulis Biografi Habibie
mendapatkan informasi menarik mengenai kisah cinta Habibie. Ternyata
cinta Ainun dan Habibie sudah bersemi sejak mereka remaja. Ainun mengaku
kalau ia dan Habibie sudah kenal sejak kecil, bahkan sekolah menenagah
mereka berdekatan. Pada tahun 1986, Majalah Femina memuat cerita
mengenai kisah ini.
Ainun saat itu mengatakan:
“Kami kenal sejak kecil, dia teman bermain kelereng kakak saya. Rumah
kami berdekatan ketika di Bandung. Di SLTP letak sekolah kami
bersebelahan. Di SLTA malah satu sekolah, hanya Rudy (panggilan Habibie)
satu kelas lebih tinggi.Dia selalu menjadi siswa
paling kecil dan paling muda di kelas, begitu juga saya. Guru dan
teman-teman sering kali berkelakar menjodoh-jodohkan kami. Yah, gadis mana
yang suka diperolok demikian?”
Ainun dan Habibie memang banyak kesamaan sehingga mereka sering dijodoh-jodohkan oleh guru dan teman-temannya.Antara
lain mereka sama-sama anak ke empat dari delapan bersaudara; sama-sama
dibesarkan dalam keluarga yang berpendidikan. Selain itu mereka juga
menjadi anak-anak yang beruntung karena memiliki ibu yang mendorong
mereka untuk mengutamakan pendidikan. Kesamaan lain adalah, mereka
sama-sama tinggal di Bandung dan sekolah di tempat yang sama. Yang tidak
kalah unik adalah, mereka sama-sama hobi berenang.
Kisah cinta antara dua anak manusia ini memang sudah terlihat sejak
mereka sama-sama sekolah. Rasa cinta tersebut mulai terbesit saat mereka
sekolah di SMAK Dago, Kota Bandung. Ainun adalah seorang gadis yang
sangat suka berenang. Karena terlalu banyak dan sering berenang, kulitnya menjadi lebih hitam.
Pada suatu hari, saat jam istirahat belajar, Habibie lewat di depannya.
Saat melihat Ainun Habibie mengatakan: “Hei, kamu
sekarang kok hitam dan gemuk?” Ungkapan ini menjadikan Ainun berfikir
dan merasakan sebuah getaran aneh di dalam dadanya. “Apakah Habibie
perhatian padanya?” Apalagi teman-temannya heran dengan kejadian itu dan
mengatakan kalau Habibie memang perhatian padanya. Memang, saat itu
Ainun memang menjadi pujaan di sekolahnya dan menjadi incaran banyak
siswa laki-laki, termasuk Habibie. Habibie pernah mengomentari tentang
Ainun dengan ungkapan: “Wah cakep itu anak, si item gula Jawa”.
Namun mereka berpisah cukup lama. Setelah lulus SMA,
Habibie melanjutkan pendidikannya ke ITB Bandung, namun tidak sempat
selesai. Habibie dikirimkan oleh orang tunya ke luar negeri untuk
melanjutkan pendidikan. Adalah ibunya yang sangat semangat menyuruhnya
belajar ke negeri “Panzeer” tersebut. Ia berangkat dengan biaya dari
orang tunya sendiri, dan tidak mendapat beasiswa pemerintah Indonesia,
namun pemerintah memberinya izin belajar ke sana. Lalu ia berangkat ke
Jerman Barat, untuk melanjutkan pendidikan di sana. Ia masuk ke
Universitas Technische Hochscheule di kota Achen, Jerman. Tahun 1960
terhitung Habibie tidak pulang ke Indonesia selama tujuh tahun. Ini
membuatnya sangat home sick, terutama ia sangat ingin mengunjungi pusara
Bapaknya.
Setelah menanti agak lama, akhirnya Habibie punya
kesempatan pulang ke Indonesia. Saat Habibie pulang ke Indonesia, ia
berkesempatan menziarahi makam bapaknya diUjung Pandang. Menjelang
lebaran ia pulang ke Bandung dan bertamu ke rumah tetangganya yang lama,
keluarga Ainun. Saat itu pula Ainun secara kebetulan sedang mengambil
cuti dari tempat kerjanya di RSCM dan pulang ke Bandung. Di sanalah
cinta lama bersemi kembali setelah sekian lama mereka tidak bersua. Saat
berjumpa dan bertatp mata Habibie mengatakan: “Kok gula Jawa sekarang
sudah menjadi gula pasir?”.Pertemuan mereka berlanjut di Jakarta.
Habibie mengikuti Ainun yang kembali ke Jakarta untuk masuk kerja di
RSCM. Di Jakarta Habibie tinggal di Jl. Mendut, rumah kakaknya yang
tertua.
Sama-sama tinggal di Jakarta membuat cinta mereka semakin bersemi. Mereka
saling berjanji untuk sering bertemu dan merindukan satu sama lain.
Habibie kerap menjemput Ainun yang bekerja di RSCM. Pada malam hari
mereka pacaran dan melewati waktu dengan sangat indah. Sesekali mereka
naik becak dengan jok tertutup, meskipun sebenarnya malam tidak diguyur
hujan. Dan ketika mereka semakin dekat, Habibie menguatkan hati untuk
mejatuhkan pilihannya pada Ainun. Ia melamar Ainun dan mempersunting
menjadi istrinya.
Habibie dan Ainun saat menikah
Habibie dan Ainun di hari-hari terakhir
Ainun disunting oleh BJ Habibie menjadi istrinya pada tanggal 12 Mei
1962. Mereka menghabiskan bulan madu di tiga kota. Kaliurang,
Yogyakarta, dilanjutkan ke Bali lalu diakhiri di Ujung Pandang, daerah
asal B. J. Habibie. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai dua orang
putra; llham Akbar dan Thareq Kemal dan enam orang cucu.
Foto Keluarga Prof.Dr.Ing.Hi.B.J Habibie
Mendampingi Suami
Ainun memang mendampingi Habibie dalam segala hal.Misalnya, ia yang selalu mengingatkan Habibie dalam masalah waktu kerja.
Ketika jam telah menunjukkan pukul 22.00, Ainun menelpon Habibie dan
mengingatkannya agar menjaga kesehatan. Habibie terkadang meminta
stafnya menjawab kalau ia sudah di lift hendak pulang. Padahal ia terus
duduk di belakang meja kerjanya.
Ainun juga menjadi pengingat waktu saat Habibie memberikan kuliah atau
ceramah. Kita tahu kalau Habibie yang memberi kuliah ia sering lupa
waktu. Memeng secara isi materi tidak ada masalah, sebab semua orang
akan senang. Namun hal ini dapat mengganggu jadwal acara yang lain yang
mengikutinya. Nah, Ainun dengan cara tertentu akan memberikan isyarat
kalau habibie sudah harus berhenti. Setelaha melihat Isyarat Ainun,
Habibie akan mengatakan:
“Saya akhiri ceramah ini, saya sudah diperingatkan oleh Ainun.”
Wardiman Djojonegoro, mantan menteri pendidikan (1993-1998) pada era
Soeharto mengatakan kalau Ainun juga sangat memperhatikan makanan untuk
Habibie. Beliaulah yang menetukan asupan gizi yang baik untuk sang suami.
Sebagai Dokter hal ini memang mungkin dilakukannya. Sehingga kalau di
depan Ainun, Habibie sangat taat dengan aturan makan yang diterapkan
istrinya. Namun terkadang kalau Habibie makan berpisah dengan Ainun, ia
sering lupa dengan aturan makan dari istrinya. Hal ini terjadi karena
tidak ada orang yang tahu bagaimana makanan yang pas untuk Habibie
kecuali Ainun, istrinya.
Pada saat Habibie menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia, Ainun
adalah seorang yang dengan tulus ikhlas membantu suaminya mewujudkan
mimpi-mimpi mereka. Dalam buku karangan Habibie “Detik-detik Yang Menentukan” tergambar
dengan sangat baik bagaimana Ainun mendampingi Habibie dalam kondisi
yang sangat gawat dan krusial. Habibie dalam sebuah cerita yang panjang
memasukkan dengan gamblang apa saja yang dilakukan Ainun dalam
mendampinginya. Dan Ainun pula yang menjadikan Habibie selalu tenang dan
matang dalam mengambil sebuah keputusan.
Kisah-Kisah Unik
Dalam cara seminar atau ceramah
yang Habibie menjadi penceramahnya, Ainun menjadi “tukang tekan bel,”
memperingatkan Habibie mengenai waktu.
Pernah Habibie diberikan
kesempatan untuk menjadi penceramah dalam bulan Ramadhan. Ceramah
diberikan setelah shalat isya sebelum tarawih. Biasanya ceramah ini
hanya berlangsung selama sepuluh atau lima belas menit. Namun Habibie
melakukannya lebih lama, sehingga membuat para jamaah gelisah. Sebab ada
agenda lain yang harus dilaksanakan yaitu shalat tarawih. Ainun tahu
kondisi ini. Ia meminta seorang cucunya untuk memberikan isyarat pada
Habibie karena ia duduk agak jauh. Cucunya datang ke tempat yang
terlihat oleh Habibie dan membuat sebuah gerakan layaknya orang Shalat.
Habibie-pun paham. Sebelum mengkhiri ceramahnya, Habibie mengatakan:
“Ini pasti Ainun yang suruh.”
Ada pengalaman unik dari Ibu Linda,
mantan wartawan Majalah Tempo saat bertugas di istana pada masa
Soeharto. Ia sering menjumpai Habibie dengan pipi yang ada bekas
lipstiknya sebelum masuk kantor. Saat ditegur, Habibie dengan santai
mengatakan kalau istrinya sering mencium sebelum ia berangkat, bahkan
ketika sudah digarasi mobil.
Dan itu terjadi berkali-kali.
Saat diberitahu ia Habibie menjawab dengan bangga:
“Ya begini nih istri Oom….. seperti nggak mau pisah dan ditinggal ke kantor lama-lama. Senang ya punya pasangan seperti begini?”
Ibu Linda yang kebetulan berjumpa dengan Ibu Ainun, Istri Habibie “melaporkan” kejadian itu pada Ainun. Ainun menjawab:
“Aduuuh,
bikin malu ya? Artinya suami saya nggak hapus lagi dong kalau memang
masih ada bekas lipstik?, Awas saja nanti sampai di rumah mau saya
tanya ah …hahahaaa… !”
Dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di kantor BPPT Jakarta, Habibie menjadi keynote speaker.
Saat datang Habibie ditemani oleh istrinya, Ainun. Setelah selesai
memberikan kuliahnya, semua wartawan datang mengerubunginya untuk
wawancara. Pada saat itu pula Habibie tidak peduli dan ia nampak
mencari-cari di mana Ainun. Ketika seorang wartawan bertanya tentang
pendapatnya atas situasi di Timor Leste, Habibie hanya menjawab singkat:
“Maafkan, saya sedang mencari di mana mantan pacar saya. Mana Ainun? Saya belum pernah pisah dengan Ainun. Mana Ainun?”
Wujud cinta ini juga terlihat saat Ainun sudah terbaring di rumah sakit.
Selama hampir tiga bulan ini Habibie dikabarkan tidak beranjak dari
sisi istrinya. Sejak masuk rumah sakit pada tanggal 24 Maret 2010 silam
Habibie memberikan perhatian dan menunjukkan cinta kepada ibu dari
anak-anaknya itu. Tentu saja ini terjadi karena Habibie dan Ainun telah
banyak melewati berbagai perjuangan dalam menempuh hidup ini. Perjuangan
tersebut telah memupuk cinta mereka begitu kuat dan terasa takkan
terpisahkan. Selama di rumah sakit juga Habibie menuntun istrinya untuk
shalat. Dari sebuah sumber saya dapatkan, pada hari sebelum meninggal
dunia, Habibie sempat membimbing istrinya shalat subuh, zuhur dan ashar
di rumah sakit tersebut.
di hari-hari terakhir
Hasri Ainun Habibie masuk ke rumah sakit
Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman.
Ainun berada di bawah pengawasan direktur Rumah Sakit Prof Dr Gerhard
Steinbeck, yang juga spesialis penyakit jantung. Ia telah menjalani
sembilan kali operasi dan empat kali dari sembilan operasi tersebut
merupakan operasi utama. Sisanya merupakan operasi eksplorasi.
Pukul 17.05 waktu Jerman, hari Sabtu tanggal 22 Mei
2010, Nyonya Ainun wafat dalam usia 72 tahun, setelah 48 tahun hidup
bersama Habibie. Sebelum wafat, ibu Ainun sempat beberapa kali
mengalami kritis. Namun jiwanya tidak terselamatkan lagi. Semua yang
berasal dari Allah akan kembali kepada Allah.
Dalam proses penantian pengurusan administrasi sebelum jenazah
diterbangkan ke tanah airpun Habibie masih mendampingi istrinya. Dalam
pesawat beliau masih dekat dengan jenazah almarhumah. Saat tiba di tanah
air jenazah diturunkan dari pesawat, beliau masih mendampingi peti
jenazah tersebut. Dalam beberapa foto yang diabadikan wartawan jelas
nampak Habibie dengan peci hitam berjalan dengan memegang peti jenazah
istrinya. Bahkan saat jenazah dibawa ke pemakaman dari rumah duka,
Habibie tidak mau naik ke mobil yang telah disediakan untuknya. Ia malah
memilih masuk ke dalam ambulan dan duduk di sisi peti jenazah istrinya.
Mungkin tidak semua masyarakat yang menyaksikan iring-iringan mobil itu
tau kalau mantan Presiden Indonesia itu berada berdua dengan sang istri dalam
ambulan menuju pemakaman.
Selamat Jalan Ibu.Ainun, Jasa-Jasamu Akan Kami Kenang Selalu
Sumber: http://bigblackhorse.blogspot.com/2012/09/habibie-dan-ainun-kesetiaan-tiada-akhir.html (dengan diedit)
0 komentar:
Posting Komentar